Monday, June 17, 2013

TAJUK RENCANA

TAJUK RENCANA- Jumlah TKI di Arab Saudi, menurut data BPS pada tahun 2011, mencapai 1,5 juta orang dan yang izin tinggalnya habis mencapai 124.000 orang. Jumlah itu tentu bertambah pada tahun 2013. Belum terhitung mereka yang tetap berada di rumah majikannya tanpa paspor karena hilang atau ditahan majikan lamanya.
Membeludaknya antrean TKI di KJRI bermula dari kebijakan amnesti Pemerintah Arab Saudi kepada warga negara asing yang tidak memiliki izin tinggal mulai pekan kedua Mei 2013 hingga 3 Juli 2013. Mereka dimungkinkan pulang mandiri tanpa harus membayar denda. Para TKI panik mendapat kabar kebijakan amnesti hanya berlaku hingga Minggu (9/6) sehingga mereka serentak mendatangi KJRI untuk mengurus dokumen keimigrasian.
Jumlah TKI yang mengurus dokumen keimigrasian di KJRI Jeddah tidak sebanding dengan petugas KJRI yang melayani para TKI. Posisi Konsul Jenderal di Jeddah juga sedang kosong. Faktor cuaca yang panas menyengat juga ikut memicu emosi yang memunculkan amarah.
Kerusuhan itu amat disesalkan. KJRI seharusnya bisa mengantisipasi terjadinya lonjakan antrean TKI untuk mendapatkan dokumen keimigrasian, dan selanjutnya melakukan langkah darurat untuk memberikan pelayanan kepada TKI tersebut. Konstitusi menegaskan, negara wajib memberikan perlindungan kepada warga negara Indonesia di mana pun mereka berada, terlepas apakah keberadaan WNI itu legal atau ilegal.
Terlepas dari problem teknis dan penanganan di saat krisis, kita berharap sikap dan perilaku pejabat, termasuk para TKI sendiri, berubah. Reformasi kultur birokrasi harus dikedepankan. Semangat memberikan perlindungan kepada warga negara Indonesia harus lebih dikedepankan dibandingkan dengan pendekatan birokratis. Sementara WNI di luar negeri tetap harus mengindahkan aturan hukum di negara tempat mereka berada.
Kerusuhan di KJRI Jeddah kian menambah daftar panjang litani kesedihan TKI. Kejadian di Jeddah yang memperburuk wajah Indonesia di luar negeri haruslah dijadikan tekad bersama untuk menjadikannya sebagai peristiwa terakhir. Pendataan secara menyeluruh terhadap TKI di Arab Saudi, termasuk dengan segala problematiknya, harus dilakukan sehingga setiap potensi masalah bisa langsung diselesaikan pada kesempatan pertama. Kita tidak ingin berbagai permasalahan dibiarkan menggantung yang pada akhirnya menumpuk dan meledak.
***
Korban Terus Berjatuhan di Irak
Sedikitnya 70 orang tewas dalam rangkaian ledakan bom dan serangan bersenjata yang terjadi di bagian tengah dan utara Irak, Senin (10/6).
Dua bom mobil dan serangan bunuh diri di sebuah pasar di kota Judaida al-Shat, yang didominasi kaum Syiah, di Provinsi Diyala, menewaskan sedikitnya 13 orang dan melukai 50 lainnya. Tidak lama kemudian, beberapa bom mobil lain diledakkan di tempat-tempat pemeriksaan di kota Mosul, Irak bagian utara, yang sebagian besar warganya kaum Sunni. Sedikitnya 24 orang tewas dalam rangkaian ledakan bom itu. Belasan orang juga tewas dalam serangan terpisah di kota Kirkuk, Taji, Tikrit, dan Tuz Khurmato.
Serangan berdarah di Irak yang nyaris terjadi setiap hari itu meningkatkan ketakutan bahwa kekerasan sektarian pada level terendah akan kembali terjadi di ”Negeri 1.001 Malam” itu. Menurut angka PBB, bulan lalu merupakan bulan paling berdarah sejak Juni 2008 setelah 1.045 warga sipil dan petugas keamanan Irak terbunuh.
Kekerasan berdarah di Irak tidak dapat dibiarkan terus terjadi. Pemerintah Irak harus melakukan sesuatu untuk mencegah kejadian itu terus berulang. Memang, seusai serangan berdarah tersebut, Pemerintah Irak langsung memberlakukan jam malam. Tewasnya orang yang tidak berdosa harus segera dihentikan.
Penanganan masalah itu sungguh tidak mudah karena hingga kini belum ada kelompok yang menyatakan bertanggung jawab atas rangkaian ledakan bom dan serangan bersenjata yang terjadi pada Senin lalu. Namun, ketegangan antara kaum Syiah, yang mayoritas dan memimpin pemerintahan, dan kaum Sunni, yang minoritas, meningkat sejak tahun lalu. Kaum Sunni menuduh pemerintah yang dipimpin Perdana Menteri Nouri al-Maliki mendiskriminasi mereka. Namun, pemerintah membantah tuduhan itu. Bukan itu saja, pemerintahan di Baghdad pada masa lalu juga bersengketa dengan suku Kurdi yang berdiam di wilayah otonomi Kurdistan di utara.
Kita berharap PM Nouri al-Maliki bisa menyelesaikan sejumlah persoalan yang membelitnya. Harapan itu muncul setelah Maliki mengadakan kunjungan ke Erbit, ibu kota wilayah otonomi Kurdistan. Kunjungan itu dimaksudkan untuk memecah kebekuan antara pemerintah pusat di Baghdad dan pemerintah otonomi Kurdistan akibat belum ditemukannya pembagian kekayaan minyak dan kendali atas wilayah sengketa di Provinsi Nineveh, Kirkuk, Salahudin, dan Diyala yang berada di ujung wilayah Kurdistan.
Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Irak Martin Kobler menilai, kunjungan Maliki itu sebagai langkah positif ke arah yang benar. Langkah positif Maliki juga dapat dilanjutkan dengan melakukan pendekatan secara terukur kepada kaum Sunni.

No comments:

Post a Comment