Monday, June 17, 2013

Akhir Setiap Pilkada

Akhir Setiap Pilkada - Peristiwa terakhir, Pilkada Kota Palembang. Sejumlah toko dibakar. Kasus Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, juga berlarut-larut. Riak-riak selalu terjadi meski relatif kecil.
Senin (10/6), Ketua MK Akil Mochtar memimpin persidangan perselisihan hasil Pilkada Provinsi Bali. Ia berkeluh kesah di depan para pihak yang bersengketa tentang sikap mereka menghadapi kekalahan.
”Sayangnya, begitu Mahkamah menetapkan (perolehan suara yang benar, putusannya selesai, hakimnya dicaci-maki. Padahal, kita sama-sama di sini, semua dipanggil ke sini (meja hakim). Kalau ternyata semua (bukti) tidak sama, kita harus pakai yang ada di dalam kotak suara. Itu, kan, dokumen resmi, disegel, dikunci. Maka itu, jika terjadi selisih perhitungan, kemudian kita tetapkan siapa yang menang,” ungkap Akil.
Inti bersengketa di MK memang adu bukti. Setiap pihak mengajukan alat bukti, baik formulir C1 maupun berkas lain. Ketika alat bukti yang diajukan para pihak berbeda-beda, MK akan memutuskan membuka kotak suara. Itu pula yang terjadi dengan sengketa Pilkada Kota Palembang. Formulir C1 yang dimiliki KPU, pemohon, dan pihak terkait (pasangan calon terpilih) berbeda. Setelah kotak suara dibuka, ternyata data ketiga pihak tersebut tidak ada yang sama dengan data di kotak suara.
Karena itu, Ketua MK selalu mengingatkan para pihak untuk segera mengajukan alat bukti, bahkan pada sidang pertama. Sengketa pilkada pada hakikatnya adalah sengketa selisih hasil suara. Tiap pihak mengklaim hitungannya benar.
Namun, pelanggaran-pelanggaran seperti politik uang, ketidaknetralan petugas/penyelenggara pemilu, dan pengerahan aparat/pegawai negeri sipil oleh calon petahana sering dibawa ke MK. Tidak mengherankan jika saat mengikuti sidang sengketa pilkada, cerita yang akan terungkap adalah saksi mengaku menerima uang atau barang dari calon. Nominalnya bervariasi, mulai dari puluhan ribu sampai ratusan ribu rupiah. Barang pun beragam, mulai dari bahan pokok hingga pakaian. Tidak mengherankan jika tiba-tiba ada gerobak sayur nongol di ruang sidang MK, jauh-jauh dibawa dari Sumatera untuk dijadikan alat bukti.
Melihat kondisi itu, MK mau tak mau mempertimbangkan pelanggaran tersebut. Mantan Ketua MK Mahfud MD berkali-kali mengungkapkan, kecurangan dan pelanggaran pilkada itu dilakukan semua pasangan calon. Karena itu, MK membuat rumusan tersendiri berkaitan dengan pelanggaran tersebut, yaitu terstruktur, sistematis dan masif (TSM) serta signifikan, memengaruhi hasil. Jika terbukti, MK membatalkan hasil dan memerintahkan pemungutan ulang.
77 persen di MK
Namun, relatif sedikit permohonan sengketa dengan dalil TSM yang dikabulkan. Akil Mochtar malah menengarai, pola TSM kini jadi andalan pasangan calon yang kalah dengan selisih suara besar. Laporan tahunan MK 2012 menyebutkan, 77 persen pilkada yang berlangsung tahun 2012 berakhir di MK. Dari 77 pilkada, hanya 18 daerah yang pilkadanya selesai tanpa campur tangan MK.
Banyaknya perkara yang masuk ke MK dan sedikitnya perkara yang dikabulkan, kata Akil, menunjukkan bahwa sebenarnya para pasangan calon hanya siap untuk menang, tetapi tidak siap untuk kalah. Tanpa bukti yang kuat, mereka bisa mengajukan keberatan terhadap ketetapan KPU dan meminta pembatalan ke MK.
Padahal, berperkara ke MK tidak murah. Meskipun MK tidak memungut biaya perkara, baik pemohon, termohon (KPU), maupun pihak terkait (pasangan calon yang lain) harus mengeluarkan biaya advokat serta menghadirkan saksi dan alat bukti. Konflik karena kalah semacam jadi kompensasi atas biaya. (SUSANA RITA)

No comments:

Post a Comment