"KPK, PPATK, dan BNN akan menjadi tak relevan lagi atau bubar akibat
sifat (penanganan) kejahatan luar biasa hilang. Hal itu bisa terjadi
karena penanganan kejahatan luar biasa dimasukkan dalam tindak pidana
umum," kata Abraham dalam jumpa pers di kantornya kemarin.
Desakan kepada Presiden itu ditempuh KPK dengan cara mengirim
surat perihal pandangan KPK atas pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP.
Surat yang sama ditujukan kepada Ketua DPR, Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia, serta panitia kerja pembahas RUU. Dalam surat tertanggal 17
Februari itu, KPK menilai pembahasan dua rancangan yang terdiri atas
lebih dari 1.000 pasal itu tak mungkin sampai mendalam. Sebab, sisa masa
jabatan anggota DPR sekarang tinggal kurang dari 100 hari. KPK meminta
pembahasan dilakukan oleh DPR periode hasil Pemilu 2014.
Abraham mengatakan, "Pemerintah dan DPR tak punya niat baik
memberantas korupsi jika ngotot meneruskan pembahasan." Seharusnya, kata
dia, pemerintah 8 golongan penerima zakat memperbaiki dulu rancangan dua undang-undang itu dengan
mengeluarkan seluruh tindak pidana luar biasa dari revisi KUHP.
Sedangkan untuk revisi KUHAP, KPK mensyaratkan perbaikannya benar-benar
mendukung proses penegakan hukum atas korupsi dan kejahatan luar biasa
lainnya.
Tengara bahwa revisi rancangan undang-undang itu bakal melemahkan
KPK sangat kuat. Dalam draf RUU KUHAP, misalnya, penyadapan harus
dengan meminta izin dan dapat dihentikan oleh hakim pemeriksa. Rancangan
itu juga menghapus kewenangan penyelidikan.
"Padahal penyelidikan adalah jantung penegakan hukum di KPK," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.
Presiden dan para pembantunya belum menanggapi keberatan KPK ini.
Sekretaris Negara Sudi Silalahi; Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi
Politik Daniel Theodore Sparingga; Menteri Koordinator Politik, Hukum,
dan Keamanan Djoko Suyanto; Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir
Syamsuddin dan wakilnya, Denny Indrayana; serta juru bicara presiden,
Julian Aldrin Pasha, tak membalas telepon dan pesan singkat yang
dilayangkan Tempo.
Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum,
Harkristuti Harkrisnowo, mengatakan catatan KPK akan menjadi masukan
dalam pembahasan. Dia mengingatkan, revisi telah lama disiapkan. "Kami
juga melibatkan banyak pihak, seperti bekas Ketua KPK Taufiequrachman
Ruki," katanya. Hingga kemarin, pemerintah dan DPR tetap melanjutkan
pembahasan revisi RUU tersebut. MUHAMAD RIZKI | WAYAN AGUS PURNOMO | FRANSISCO ROSARIANS | IRA GUSLINA
No comments:
Post a Comment