Thursday, February 20, 2014

KPK Protes Keras ke Presiden

"KPK, PPATK, dan BNN akan menjadi tak relevan lagi atau bubar akibat sifat (penanganan) kejahatan luar biasa hilang. Hal itu bisa terjadi karena penanganan kejahatan luar biasa dimasukkan dalam tindak pidana umum," kata Abraham dalam jumpa pers di kantornya kemarin.


Desakan kepada Presiden itu ditempuh KPK dengan cara mengirim surat perihal pandangan KPK atas pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP. Surat yang sama ditujukan kepada Ketua DPR, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta panitia kerja pembahas RUU. Dalam surat tertanggal 17 Februari itu, KPK menilai pembahasan dua rancangan yang terdiri atas lebih dari 1.000 pasal itu tak mungkin sampai mendalam. Sebab, sisa masa jabatan anggota DPR sekarang tinggal kurang dari 100 hari. KPK meminta pembahasan dilakukan oleh DPR periode hasil Pemilu 2014.


Abraham mengatakan, "Pemerintah dan DPR tak punya niat baik memberantas korupsi jika ngotot meneruskan pembahasan." Seharusnya, kata dia, pemerintah 8 golongan penerima zakat memperbaiki dulu rancangan dua undang-undang itu dengan mengeluarkan seluruh tindak pidana luar biasa dari revisi KUHP. Sedangkan untuk revisi KUHAP, KPK mensyaratkan perbaikannya benar-benar mendukung proses penegakan hukum atas korupsi dan kejahatan luar biasa lainnya.


Tengara bahwa revisi rancangan undang-undang itu bakal melemahkan KPK sangat kuat. Dalam draf RUU KUHAP, misalnya, penyadapan harus dengan meminta izin dan dapat dihentikan oleh hakim pemeriksa. Rancangan itu juga menghapus kewenangan penyelidikan.


"Padahal penyelidikan adalah jantung penegakan hukum di KPK," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.


Presiden dan para pembantunya belum menanggapi keberatan KPK ini. Sekretaris Negara Sudi Silalahi; Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Theodore Sparingga; Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto; Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin dan wakilnya, Denny Indrayana; serta juru bicara presiden, Julian Aldrin Pasha, tak membalas telepon dan pesan singkat yang dilayangkan Tempo.


Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum, Harkristuti Harkrisnowo, mengatakan catatan KPK akan menjadi masukan dalam pembahasan. Dia mengingatkan, revisi telah lama disiapkan. "Kami juga melibatkan banyak pihak, seperti bekas Ketua KPK Taufiequrachman Ruki," katanya. Hingga kemarin, pemerintah dan DPR tetap melanjutkan pembahasan revisi RUU tersebut. MUHAMAD RIZKI | WAYAN AGUS PURNOMO | FRANSISCO ROSARIANS | IRA GUSLINA

No comments:

Post a Comment